AKHIRAT KEHIDUPAN YANG HAKIKI[1] Telah lewat suatu masa, pada waktu itu manusia belum berwujud sesuatu yang dapat disebut, sehingga Allah berkehendak untuk menciptakan kita. Padahal sebelumnya kita tidak pernah ada. Allah juga memberikan limpahan karunia-Nya, menjauhkan kita dari mara bahaya, memberikan kemudahan dalam menempuh kehidupan, dan memberikan petunjuk-Nya. Dengandemikian, jika manusia ingin menjadi termasuk ke dalam orang-orang yang ditakdirkan bahagia di akhirat, maka hendaknya mereka beramal (berbuat) dengan mengikuti perintah dan larangan yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW ketika menjalani hidupnya di dunia.". SemakinRajin Beramal. Fungsi iman kepada hari akhir yang keempat yakni membuat seseorang menjadi semakin rajin dalam beribadah. Dengan percaya pada hari akhir, seseorang akan menjadi lebih rajin mengerjakan amal ibadah, baik yang wajib mau pun yang sunnah, karena dirinya tidak ingin sampai lengah untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat. PentingnyaIkhlas dalam Beramal. Kajian Online Penyejuk Iman (KOPI Ramadan) kembali digelar. Kali ini mengangkat tema mengikhlaskan amal. Ustadz Dr. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psi. dalam kajiannya mengulas tips agar selalu tenang dan bahagia setelah beramal. Menurutnya, perkara paling dasar adalah mengikhlaskan diri kepada Allah sebagai Sesungguhnyasebaik-baik bekal adalah takwa." (QS al-Baqarah:197). Kehidupan dunia hanya sementara. Jadikan iman sebagai motivator, pendorong diri untuk terus beramal saleh. Sebab, hanya amal saleh yang akan menemani perjalanan kita, kelak setelah mati. Manfaatkan waktu yang terbatas ini untuk beribadah sebaik mungkin. Setiaporang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat adalah sebuah keniscayaan dan saya menjawabnya dari sudut pandang keimanan saya. Sebagai seorang Nasrani, firman Allah telah diwahyukan lewat para nabi dan Rasul {termasuk hukum taurat (perintah/larangan Allah)}. Artinya, bahwa Allah sudah memberikan petunjuk kepada manusia Hasanal-Basri, benar-benar seorang, yang senantiasa dirinya terikat dengan akhirat. Jalan hidupnya penuh dengan ketaqwaan.Ia tidak ingin mengotori dengan prenik-prenik kenikmatan yang menipu, dan membuatnya terjatuh dalam murka-Nya. Ketika Hasan al-Basri sedang sakit, saudara-saudaranya dan teman-temannya yang menjenguk merasa heran. Ws8bfmQ. BOGOR – Alquran memberikan tuntunan kepada kaum Muslimin untuk meraih hidup sukses di dunia dan akhirat. Salah satunya adalah Surat Al Qhoshosh 28 ayat 77, yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” “Ayat ini berkaiatan dengan empat prinsip hidup Muslim, supaya sukses hidup didunia dan akhirat,” kata guru besar IPB Bogor dan Universitas Ibnu Khaldun UIKA Bogor, Prof Dr KH Hafidhuddin MS. Ia mengutarakan hal tersebut saat mengupas Kajian Tafsir Tematik Pendidikan di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani, Bogor, Jawa Barat, Jumat 5/4. Pengajian tersebut diikuti para guru Sekolah Bosowa Bina Insani SBBI. Kiai Didin menjelaskan, prinsip pertama agar hidup sukses di dunia dan akhirat adalah menjadikan akhirat sebagai tujuan. Hal ini sangat penting, karena kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang abadi, sedangkan dunia sifatnya terbatas atau alam fana. “Dunia adalah darul amal tempat beramal, sedangkan akhirat adalah darul jaza tempat pembalasan. Kita sebagai Muslim harus yakin kehidupan akhirat,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis SBBI yang diterima Jumat 5/4. Orang yang memiliki kesadaran yang tinggi, Kiai Didin menambahkan, adalah mereka yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utama. Orang tersebut pasti bertanggung jawab dalam hidupnya kepada Allah SWT. Misalnya dalam hal mencari rezeki. Mereka hanya mencari rezeki yang halal, dan menjauhkan diri dari rezeki yang haram. “Hal itu karena mereka meyakini, sekecil apa pun sebuah perbuatan pasti dimintai pertanggungjawabannya,” tuturnya. Allah menegaskan dalam Surat Al-Zalzalah ayat 7 dan 8, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.” Prinsip kedua, kata Kiai Didin, kaum Muslimin harus menguasai dunia, tapi tidak dikuasai dunia. ““Kita harus unggul di dunia. Kita harus menguasi urusan dunia, tapi jangan sampai kita dikendalian oleh dunia. Kita harus mengusai ekonomi, tapi jangan sampai kita dikendalikan oleh ekonomi. Orang yang seperti ini ringan tangan untuk bersedekah,” ujarnya. Pakar zakat itu menyebutkan, para sahabat Nabi banyak yang merupakan orang kaya atau menguasai ekonomi, namun mereka tidak dikuasai ekonomi. Mereka gemar bersedekah. Contoh Utsman bin Affan. Sekali ia bersedekah, jumlahnya 100 ekor unta. Kalau harga satu unta Rp 50 juta, berarti sekali dia bersedekah jumlahnya Rp 5 miliar. Contoh lain, saudagar Abdurrahman bin Auf yang menyedekahkan dua per tiga keuntungan bisnisnya kepada masyarakat. “Mereka menjadikan dunia ini sebagai sarana menuju kebahagiaan akhirat,” paparnya. Prinsip ketiga adalah berbuat baiklah semaksimal mungkin tanpa melihat atau memperhitungkan balasan yang akan diterima. “Contohlah Allah yang berbuat baik kepada para makhluknya, tanpa berharap balasan apa pun dari makhluk-Nya. Apa pun pekerjaan kita, termasuk di antaranya menjadi guru, berbuatlah yang terbaik, berikanlah yang terbaik. Jangan kaitkan dengan imbalan atau gaji, melainkan berikanlah yang terbaik karena Allah. Allah pasti memberikan balasan yang terbaik melalui berbagai cara. Pendek kata, kita harus bekerja secara maksimal, tidak melihat materi semata,” ujarnya. Prinsip keempat, kata Kiai Didin, kaum Muslimin tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi ini. “Kerusakan ini mencakuo berbagai hal, termasuk kerusakan ekonomi, lingkungan, pendidikan dan lain-lain. Kita harus menghindarkan diri kita dari berbuat kerusakan, sebab Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan,” tegasnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini - Pada hakikatnya, kematian pasti akan tiba pada setiap orang dan siapapun tidak bisa tahu kapan waktu itu akan datang dan ajal akan menjemputnya. Hanya Allah SWT yang mengetahui kapan waktu terakhir kehidupan seseorang. Karena, kematian atau maut ini menjadi rahasia Allah. Sebagaimana dalam sebuah hadis menjelaskan, “Tiap-tiap yang mempunyai jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” QS. Ali Imran 185. Lantas, mengapa Allah SWT merahasiakan kematian?. Berikut penjelasannya Supaya Manusia Tidak Cinta Dunia Dunia ini hanya sebagai persinggahan sementara saja dan kehidupan abadi adalah di alam akhirat. Cinta dunia menyebabkan manusia menjadi lupa kehidupan abadinya di akhirat. Dengan mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, bagaimana sebuah bangsa dihancurkan oleh azab Allah sebab karena cinta dunia yang berlebihan dan melupakan akhiratnya. Baca Juga Muslim Wajib Tahu, Ini 6 Perkara Yang Allah Rahasiakan Terhadap Hamba-Nya Rasullullah bersabda “Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir dan akhirat adalah surga bagi orang mukmin dan penjara bagi orang kafir”. Supaya Manusia Menyegerakan Amal Perbuatan baik selayaknya untuk segera dilakukan, jika ditunda maka ditakutkan akan menjadi fitnah dan tidak jadi dilakukan. Seperti sedekah, ketika sedang ada rezeki sebaiknya segerakan untuk menyedekahkan sebagian rezeki Anda dan jika ditunda malah tidak jadi karena digunakan untuk kebutuhan lainnya. Dengan mengingat kematian yang bisa datang kapan saja manusia menjadi lebih ringan dan semangat untuk beramal. Mencegah Perbuatan Maksiat Dengan mengingat kematian manusia akan lebih berkonsentrasi pada kehidupan akhirat, apalagi kematian yang tidak tentu kapan dan di mana. Orang mukmin pasti takut jika kematian menjemputnya pada saat sedang bermaksiat, dengan begitu manusia akan menghindari perbuatan maksiat demi mendapatkan khusnul khotimah. Agar Menjadi Manusia yang Cerdas Manusia yang cerdas adalah manusia yang tahu bahwa kehidupan akhirat adalah kekal abadi dan pilihan surga adalah pilihan yang terbaik. Rasulullah bersabda “Orang yang cerdas adalah yang merendahkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sementara orang bodoh adalah orang yang mengikuti diri pada hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan angan-angan kosong”. مَنْ أَرَادَ وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِ وَمَنْ أَرَادَ قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِ وَمَنْ أَرَادَ هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِ وَمَنْ أَرَادَ مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِ وَمَنْ لاَ يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ "Barangsiapa yang menginginkan pelindung, maka Allah cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan teladan, maka Rasulullah cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan pedoman hidup, maka Alquran cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya. Dan barangsiapa tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya". Demikian beberapa alasan kenapa Allah SWT merahasiakan datangnya maut atau kematian. Wallahu A'lam. YOGYAKARTA—“Dalam aktivitas di dunia tentu harapannya dapat menjadi aktivitas yang membawa bekal kita ke akhirat kelak. Apapun yang kita lakukan, aktivitas apapun yang kita kerjakan, profesi apapun yang kita pegang hari ini. Harapannya, aktivitas, kegiatan, dan profesi tersebut dapat mengantarkan kita pada kebaikan di akhirat kelak atau bahkan semua itu menjadi ladang amal bagi kita di akhirat kelak.” Disampaikan oleh Ustaz Aly Aulia Mudir Mu’allimin Yogyakarta saat memberika kajian qabla Tarawih di Masjid Islamic Center UAD pada Senin 11/04. Ustaz Aly menerangkan bahwa ada satu ayat dalam al-Qur’an yang menerangkan tentang mencari bekal untuk kehidupan akhirat. Allah Swt berfirman وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ Artinya Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. QS. Al-Qashash 77 Dalam ayat tersebut Allah Swt menggambarkan bahwa kita diperintahkan untuk mencari kehidupan di akhirat kelak, tetapi kita jangan sampai melupakan aktivitas kita di dunia. “Saya bisa memberikan gambaran bahwa kita bisa menomor satu kan akhirat, tetapi tidak bisa menomorduakan dunia. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa sosok yang bisa betul-betul selamat yang mendapatkan banyak kenikmatan dan karunia adalah sosok yang mampu menyeimbangkan akhirat dan dunia nya. Mampu menjadikan aktivitas dunia menjadi bekal akhiratnya. Tentu momentum Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk kita bisa memastikan apakah yang kita lakukan itu itu terdapat keberkahan dan dapat menjadi ladang atau bekal kita di akhirat nanti.” Tutur ustaz Aly. Menurut Ustaz Aly setidaknya ada empat karakter yang harus diperhatikan agar aktivitas dunia kita berpengaruh pada kehidupan akhirat kelak Pertama, memiliki karakter “al-Fahmu pemahaman”. Paham dan mengerti banyak yang memerintahkan kepada kita untuk mengetahui terlebih dahulu sesuatu sebelum mengerjakannya. Itu tidak hanya berkaitan dengan masalah keduniaan, tetapi juga berkaitan dengan aspek ibadah. Ibadah sendiri adalah aspek dan interaksi langsung antara kita dengan Allah Swt. Kita diperintahkan untuk belajar tentang salat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Kita dituntut untuk belajar berbagai macam hal terkait dengan ajaran-ajaran agama termasuk di dalamnya aktivitas-aktivitas dan kegiatan-kegiatan yang kita lakukan, serta profesi yang kita jalani untuk dipastikan di dalamnya terdapat prinsip al-fahmu. Kita paham dan mengerti apa yang sedang atau akan kita lakukan. Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang tidak kita pahami atau kita mengerjakan sesuatu yang jauh dari nilai-nilai pemahaman kita. Kita harus paham bahwa setiap aktivitas ada pertanggungjawabannya. Ketika aktivitas-aktivitas tersebut dilandasi dengan pemahaman dan literasi yang tepat, maka insya Allah itu akan membawa bekal di akhirat kelak. Rasulullah Saw bersabda كلكم راع و كلكم مسؤول عن راعيته Artinya Setiap kamu adalah pemimipin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpin. “Maka dari itu, aktivitas kita kegiatan kita pekerjaan kita profesi kita mari kita lakukan dengan keahlian dan profesionalitas kita. Kita mengerti bahwa ini adalah pekerjaan yang memang harus kita lakukan dengan benar. Momentum Ramadhan Ini adalah momentum untuk belajar belajar memahami berbagai hal, karena akan sia-sia perbuatan kita jika perbuatan itu tidak didasarkan pada pemahaman.” Pungkasnya. Kedua, karakter “ath-Tha’ah ketaatan”. Pemahaman ini juga harus didasarkan dengan ath-Tha’ah yaitu ketaatan kepada Allah Swt. Segala aktivitas dan profesi yang dilakukan adalah sebagai wujud daripada ketaatan kepada-Nya. Interaksinya adalah interaksi yang halalan thayyiban. Life style-nya halalan thayyiban. Gerak-geriknya halalan thayyiban. Inilah pribadi orang-orang yang beriman يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ Artinya Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya kepada-Nya menyembah. QS. Al-Baqarah 172 Ketika kita paham, lalu melakukan sesuatu sesuai dengan pemahaman, kemudian pemahaman itu diwujudkan dengan ketaatan kepada Allah, maka pastilah perbuatan itu menjadi perbuatan yang bernilai dan kelak menjadi bekal di akhirat. Adapun karakter yang ketiga adalah karakter ikhlas. Setelah paham apa yang dilakukan dan apa yang dilakukan sebagai wujud ketaatan kepada Allah. Selanjutnya adalah harus dilakukan dengan keikhlasan. Ikhlas adalah melakukan sesuatu dengan sebenar-benarnya untuk Allah dan sebenar-benarnya hasil dari pemahaman dan ketaatan kepada-Nya. Wujud ikhlas tidak ada kaitannya dengan imbalan, apakah akan mendapatkan imbalan atau tidak. Ketika kita tahu bahwasanya suatu perbuatan itu sifatnya sukarela, lalu kita melakukannya dengan semena-mena maka itu jauh dari yang namanya ikhlas. Adapun karakter yang keempat adalah “ats-Tsabat”. Tsabat artinya kuat pendirian. Dalam menjalani aktivitas tentu ada godaan dan tantangannya. Apakah itu dalam rangka untuk belajar memahaminya, atau apakah itu dalam rangka bercampur dengan sesuatu yang halal atau tidak, atau apakah ada kaitannya dengan motivasi atau lain sebagainya, tetapi ketika itu dibingkai dengan Tsabat yaitu kuat pendirian, maka akan muncul kesabaran ketika diuji dan akan muncul kesyukuran ketika diberi kenikmatan. Kemudian senantiasa istiqamah dalam menjalankannya. Itulah setidaknya empat karakter penting yang harus terus kita tumbuhkan, sehingga aktivitas kita benar-benar aktivitas yang dapat menjadi bekal di akhirat kelak. Agak sulit menjalani aktivitas dunia ketika aktivitas itu jauh dari pemahaman dan jauh dari nilai yang benar, apalagi jauh dari prinsip-prinsip ketaatan dan kepatuhan yang dilakukan dengan motivasi yang jauh dari keikhlasan. Dilakukan dengan sembarangan. Dikerjakan dengan asal-asalan, maka pastilah itu perbuatan yang jauh dari bernilai ketika mengharap di akhirat kelak. “Momentum Romadhon adalah momentum penting untuk kita melakukan sebuah perubahan. Perubahan dalam arti bukan fisik badan kita, tetapi perubahan budi pekerti dan karakter kita. Karakter yang penuh dengan pemahaman dari hanya sekedar ikut-ikutan. Mengedepankan aspek yang halal dan Thayyib daripada menghalalkan segala cara. Apalagi itu jauh dari nilai-nilai yang halal dan thayyib. Dia mau berinteraksi dengan sekuat tenaga dengan penuh keyakinan ketika itu dilaksanakan secara istiqamah Allah akan menjadikan semua perbuatan kita di dunia ini, aktivitas kita termasuk di dalamnya profesi kita bernilai.” “Apakah itu menjadi mahasiswa, guru, dosen, pegawai, dan lain sebagainya semuanya akan menjadi bekal di akhirat kelak ketika dijalani dengan pemahaman yang baik. Wujudnya adalah ketaatan kepada Allah dan interaksinya kepada yang halal dan Thayyib, sungguh-sungguh dalam menjalankan, teguh pendiriannya, dan jauh dari godaan-godaan yang ia bisa lakukan. Itulah yang akan menjadi pribadi yang beruntung tidak hanya di dunia tetapi di akhirat.” Tegas ustaz Aly Aulia, Mudir Mu’allimin Yogyakarta. Ahmad Farhan Oleh Iu Rusliana JAKARTA - Tetap sederhana dan tidak berlebihan dalam menyikapi segala persoalan kehidupan adalah ciri insan beriman. Harta, jabatan, dan berbagai pernik duniawi tak harus menjadikan kita lupa diri dan Umamah Iyash bin Tsa'labah al-Anshariy al-Haritsy RA berkata, "Pada suatu hari Rasulullah SAW membicarakan masalah dunia. Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, 'Apakah kalian tidak mendengar? Apakah kalian tidak mendengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman, sesungguhnya kesederhanaan itu sebagian dari iman'." HR Abu Daud. Hidup ini harus dijalani dengan penuh kesederhanaan, bersyukur, dan tidak berlebihan. Bila sedang berkuasa dan memiliki banyak harta, tetaplah sadari bahwa itu semua adalah amanah-Nya. Tak perlu harus berubah sikap, merasa diri hebat, kaya raya, dan dapat memenuhi semua keinginan. Tak ada yang sempurna, kecuali pemiliknya, yang yang hatinya dipenuhi keimanan akan senantiasa menjalani hari-harinya dengan apa adanya. Termasuk dalam menghadapi segala persoalan hidup, kita dituntut untuk biasa saja menyikapinya, tidak overacting, bahkan terkesan didramatisasi dan "lebay".Sikap melampaui batas berlebihan, termasuk dalam mengelola harta sangat tidak disukai Allah SWT. Firman-Nya dalam Alquran, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" QS al-A'raaf 31.Bukan hanya terhadap harta dan jabatan, demikian pula dalam menjalani kehidupan, tak perlu disikapi berlebihan. Cukupi semua yang dialami, baik itu kebahagiaan maupun kesedihan, dengan syukur dan ikhtiar serta berusaha mendapatkan hikmah di balik itu kita saking bahagianya lupa mengucap dan bersikap penuh syukur, terlena dan bahkan lupa diri. Atau mungkin ketika dilanda musibah, ujian datang terus-menerus, seolah-olah kitalah yang paling menderita, lalu putus kita merasa hidup ini rumit seakan terus dilanda kesusahan tak berujung. Padahal, banyak saudara kita yang telah hilang rasa pedihnya hidup saking setiap saat kesusahan menyertai. Sahabat kita di Palestina dan negara-negara yang tengah berperang, jauh lebih menderita. Sebaliknya, bagi Anda yang merasa jemawa, sungguh ada orang yang tidak lagi merasa kaya karena hartanya melimapah ruah di SAW bersabda, "Perhatikanlah orang yang berada di bawahmu dan jangan kamu memperhatikan orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih pantas agar kamu semua tidak menganggap sepele nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu." HR Bukhari dan Muslim.Suka dan duka tentunya sering menyapa dan bergantian rupa. Sapalah dan pastikan semua proses yang dialami itu penuh makna. Jadikan semua itu sebagai pelajaran dan pembelajaran dalam kehidupan. Karena baik kebahagiaan maupun kesusahan selalu menyimpan hikmah. Bagi mereka yang beriman, menemukan hikmah di balik itu semua merupakan jalan hidup yang singkat ini dengan kesederhanaan dan penuh rasa syukur. Dengan penuh kesadaran bahwa hidup tidak selalu di atas dan tidak juga selamanya di bawah. Sesungguhnya, baik kebahagiaan maupun kesusahan, merupakan ujian dari Allah. Perbanyaklah beramal saleh, membantu yang susah, dan bermanfaat bagi orang lain untuk bekal kehidupan akhirat SAW bersabda, "Ada tiga hal yang mengikuti kepergian jenazah, yaitu keluarga, harta, dan amalnya. Dua di antaranya akan kembali, hanya satu yang tetap menyertainya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang tetap adalah amalnya." HR Bukhari dan Muslim. Wallahu 'alam.

mengapa manusia harus beramal untuk kehidupan akhirat